70% dari penduduk Indonesia memiliki sumber air utama yang disediakan sendiri; hal ini berarti bahwa tidak ada quality control untuk jenis air yang digunakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka (Sumber: Worldbank). Masyarakat bisa mendapatkan air melalui sumur pribadi, sumur bersama masyarakat, atau bahkan dari truk air. Pada umumnya, air ini telah terkontaminasi dengan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit seperti diare. 30% dari masyarakat yang memiliki akses terhadap air yang disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PAM) juga mendapatkan air dengan kualitas di bawah standar air minum karena masalah pemeliharaan dan kontaminasi air tanah. Jadi, di Indonesia tidak ada masyarakat yang dapat meminum air dari keran, dan selalu terdapat kemungkinan yang sangat tinggi bahwa air yang didapatkan dari sumber air utama telah terkontaminasi.
Meskipun PDB Indonesia terus berkembang, Indonesia mengalami kesulitan dalam mencapai target untuk Deklarasi Milenium. 63 juta orang (1/4 dari total penduduk) masih terbiasa buang air besar di udara terbuka. Hanya 12% orang mencuci tangan mereka setelah buang air besar, yang berarti bahwa terdapat bakteri berbahaya di mana-mana (sumber: WHO). Meskipun sebagian besar orang Indonesia memasak air mereka, studi menemukan bahwa 47,5% dari air minum yang direbus masih mengandung bakteri e-coli.
Akibatnya, setiap tahun 151.000 orang anak meninggal karena diare atau penyakit lain yang ditularkan melalui air. WHO memperkirakan bahwa angka diare dapat dikurangi hingga 39% melalui pengolahan dan penyimpanan air rumah tangga yang aman (Sumber: WHO
).
Biaya untuk mendapatkan air minum yang aman
In order to get safe drinking water, Indonesians are generally used to boil their water using wood or gas or buy bottled water at refill stations. Bottled water is called Isi ulang and is provided in big 19L bottles called gallons. Few data is available on the amount of people that use a certain type of purified water. Many households use multiple disinfection methods; combining boiling and buying of water. . Nazava observed that ways to acquire drinking water are related to income as well as local practices. Based on our observations and the patchy information from reports, we constructed the following division of ways people get their drinking water in Indonesia:
Table 1 Perkiraan distribusi metode di mana penduduk Indonesia memperoleh air minum
Berlatih | pendapatan harian | % dari populasi | Lokasi |
---|---|---|---|
Memasak dengan menggunakan kayu | < 2 USD | 50 %* | Pedesaan |
Memasak dengan menggunakan gas | > 2 USD | Pedesaan dan Perkotaan | |
Membeli air isi ulang | < 10 USD | 50% | Pedesaan dan Perkotaan |
Membeli air minum hermerk | > 10 USD | Perkotaan | |
Menggunakan mesin RO Whole House | > 20 USD | Perkotaan | |
* Tidak terdapat informasi yang tersedia mengenai persentase (%) dari populasi yang menggunakan kayu atau gas sebagai sumber utama untuk memasak air minum. |
Biaya tahunan yang dikeluarkan untuk mendapatkan air minum yang aman dengan mengacu pada rumah tangga yang terdiri dari 5 orang yang mengkonsumsi air sebanyak 3 liter per hari
Secara umum kami memperkirakan bahwa 50% orang Indonesia membeli air, 25% menggunakan gas untuk memasak air, dan 25% menggunakan kayu bakar untuk memamak air. Memasak air minum adalah hal yang lebih umum dilakukan di daerah pedesaan dan membeli air minum lebih lumrah untuk dilakukan di daerah perkotaan. Meskipun harga air minum kemasan memang lebih mahal, kebiasaan membeli air minum ini tetap menjadi lebih populer di kalangan masyarakat daripada memasak air dikarenakan kemudahan yang didapatkan dari meminum air langsung dari kemasannya. Rata-rata pengeluaran tahunan rumah tangga Indonesia untuk air minum yang aman adalah berkisar pada 51-132 Dollar Amerika. Hal ini berarti bahwa banyak rumah tangga menghabiskan uang sejumlah satu kali gaji bulanan untuk keperluan air minum (sumber: BPS). Selain tingginya biaya untuk memasak dan membeli air minum, kedua metode ini memiliki kelemahan yang lain juga. Lihat.
Tabel 2 di bawah ini.
Metode | Keuntungan | Kerugian |
---|---|---|
Memasak dengan kayu bakar | Murah | – Ketersediaan – Musim hujan – Waktu yang dihabiskan untuk mengumpulkan kayu – Beban yang ditimpakan pada perempuan untuk mengumpulkan kayu – Penyakit pernapasan – Emisi -CO2 – Resiko tinggi terjadinya kontaminasi ulang pada air yang sudah matang (Sumber: Sodah et al, 2011 ) – Tidak mengurangi kekeruhan atau mengurangi padatan terlarut seperti besi; air tetap kecoklatan |
Memasak air dengan gas | Tidak dapat diperbaharui Biaya > 51 USD per tahun | – Resiko tinggi terjadinya kontaminasi ulang pada air yang sudah matang – Tidak mengurangi kekeruhan atau mengurangi padatan terlarut seperti besi; air tetap kecoklatan |
Membeli Air | -Tidak perlu memasak-Biaya > 132 USD per tahun | – Susah didapatkan – Ketergantungan -Pria – Hanya tersedia di daerah perkotaan saja – Quality Control–Tidak ada |